Refleks adalah respon yang cepat dan tidak disadari terhadap perubahan lingkungan interna maupun lingkungan eksterna, terjadi lewat suatu lintasan refleks yang disebut lengkung refleks. Komponen utama dari lengkung refleks adalah reseptor yang menerima stimulus, efektor yang merespon stimulus, neuron sensorik dan motorik yang merupakan lintasan komunikasi antara reseptor dan efektor (Basoeki, 2000).
Berdarkan prosesnya (dipelajari/tidak dipelajari) terdapat dua tipe refleks; (1) refleks sederhana atau refleks dasar yang menyatu tanpa dipelajari, seperti menutup mata pada saat ada benda yang menuju ke arahnya, dan (2) refleks yang dipelajari atau refleks yang dikondisikan (conditioned reflex) yang dihasilkan dari berbuat dan belajar, seperti membelokkan setir mobil jika akan menabrak benda. Hal tersebut dikerjakan secara otomatis, namun hanya setelah banyak berlatih secara sadar (Soewolo, 2005).
Sebagian besar refleks merupakan refleks yang rumit, melibatkan beberapa neuron penghubung antara neuron sensorik dan neuron motorik (refleks polisinap). Refleks sederhana hanya melibatkan dua neuron, tanpa neuron penghubung (refleks monosinap), misalnya refleks patella. Karena penundaan atau penghambatan refleks dapat terjadi pada sinap-sinap, maka makin banyak sinap yang terlibat pada lengkung refleks makin banyak waktu yang diperlukan untuk menghasilkan suatu refleks (Basoeki, 2000).
Menurut Soewolo (1999), refleks patella merupakan reflek monosinap karena dalam lengkung refleknya hanya ada satu sinap yaitu antara saraf aferen dengan saraf eferen. Refleks monosinap ini tidak melibatkan neuron penghubung seperti pada refleks monsinap yang membutuhkan neuron penghubung antara saraf aferen dan saraf eferen. Lebih lanjut, Andin (2008) menyatakan bahwa waktu respon gerak refleks sangat cepat sekitar 50 milidetik.
Menurut Binhasyim (2008), contoh refleks monosinap adalah refleks regangan (stretch reflex). Gambaran umum stretch refleks adalah sebagai berikut; pukulan pada ligamentum patella akan meregangkan otot ekstrafusal maupun muscle spindle muskulus quadriceps. Muscle spindle menjawab dengan mengirimkan impuls ke medula spinalis. Serabut aferen di radix dorsale yang membawa impuls membentuk sinapsis dengan motoneuron yang kemudian tereksitasi dan menyebabkan kontraksi muskulus quadriceps. Agar hal ini terjadi, maka harus disertai pengurangan tensi di otot antagonis m. quadriceps, yaitu otot fleksor lutut. Hal ini terjadi sebagai berikut; aferen dari muscle spindle membentuk cabang ke sekelompok neuron intermediet di substasia grisea. Neuron ini ini bersifat inhibitor dan mengirimkan axonnya ke motoneuron yang menginervasi otot antagonis.
Refleks tidak hanya dihubungkan dengan kontraksi otot kerangka, tetapi juga dengan fungsi tubuh seperti denyut jantung, respirasi, digesti, urinasi, dan devakasi. Refleks yang dibawakan oleh korda spinalis saja disebut refleks spinal. Refleks yang mengakibatkan kontraksi otot kerangka dikenal sebagai refleks somatik. Sedangkan refleks yang menyebabkan kontraksi otot polos, jantung atau sekresi kelenjar disebut refleks visceral/autonomic (Basoeki, 1988).
Berdasarkan atas sistem pengendaliannya, refleks digolongkan atas refleks somatik (yang dikendalikan oleh system saraf somatik) dan refleks otonom (yang dikendalikan oleh sistem saraf otonom). Kedua macam refleks tersebut dapat berupa refleks kranial atau refleks spinal. Refleks spinal dapat terjadi tanpa melibatkan otak, misalnya refleks fleksor. Meskipun demikian otak seringkali memberikan “pertimbangan” pada aktifitas refleks spinal sehingga dapat menguatkan atau menghambat refleks tersebut (Basoeki, 2000).
Menurut Soewolo dkk (2005), berdasarkan pusat pengintegrasinya refleks dibedakan menjadi refleks cranial dan refleks spinal. Refleks cranial adalah refleks yang diintegrasi oleh otak. Contoh reflek cranial adalah refleks mengedipkan mata. Sedangkan refleks spinal adalah refleks yang diintegrasikan oleh sum-sum tulang belakang. Refleks menarik diri (withdrawal refleks), merupakan contoh dari refleks spinal dasar. Bila jari seseorang tersentuh benda panas, suatu refleks terjadi untuk menarik tangan menjauhi benda panas tersebut.
B. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai bermacam-macam refleks pada manusia.
C. Prosedur Kerja
E.Analisis Data
1. Refleks patella
Untuk melihat refleks patella terdapat tiga perlakuan yang diberikan pada pelaku. Perlakuan pertama yaitu perlakuan normal dimana pelaku duduk dengan kedua kaki terjuntai ke lantai dan kemudian dipukul ligamentum patellanya hasilnya adalah kaki pelaku bergoyang. Perlakuan kedua sama dengan perlakuan pertama tapi ligamentum patella dipukul saat pelaku sedang mengerjakan soal penjumlahan (otak aktif) hasilnya adalah kaki bergoyang sedikit lebih kuat. Perlakuan ketiga yaitu pelaku sambil melakukan aktivitas otot hasilnya adalah kaki bergoyang lebih kuat dibanding saat perlakuan pertama dan kedua.
2.Refleks Achilles
Dilakukan dengan menepuk tendon Achilles setelah pelaku duduk berlutut di kursi dan telapak kakinya ditekuk ke atas dan dikembalikan ke posisi normal. Hasilnya adalah telapak kaki langsung bergerak setelah dipukul.
3.Refleks kornea
Untuk melihat refleks patella pengamat mendekatkan sedikit kapas secara perlahan ke arah mata pelaku, responnya adalah saat kapas menjadi sangat dekat dengan mata, kelopak mata langsung berkedip.
4.Refleks fotopupil
Sebelum pelaku diberi perlakuan terlebih dahulu pengamat mengukur diameter pupil pelaku dan hasilnya adalah 3 mm. Setelah diberikan perlakuan yaitu berupa pelaku menutup mata selama 2 menit kemudia membukanya dan melihat cahaya terang, ukuran diameter pupilnya terlihat melebar yaitu menjadi 3,5 mm.
5.Refleks Akomodasi Pupil
Pada cahaya yang cukup terang pelaku melihat suatu obyek yang berjarak kira-kira 6 meter, diameter pupil pelaku menyempit, lalu perlahan kembali normal. Kemudian saat pelaku mengalihkan pandangan pada obyek yang dekat pada jarak 20 cm pupil sedikit melebar.
6.Refleks Konvergensi
Ketika pelaku memusatkan pandangannya pada suatu obyek yang jauh, kedua bola mata pelaku tepat di tengah. Kemudian ketika pelaku mengalihkan pandangan pada obyek di dekat mata, posisi kedua bola matanya bergerak sedikit ke arah medial.
7.Refleks Menelan
Pelaku diminta menelan saliva di dalam mulut secara berturut-turut selama 20 detik, namun pada detik ke 16 lidah pelaku sudah kering dan tidak dapat menelan saliva lagi. Namun ketika pelaku diminta melakukan hal yang sama untuk sejumlah air yang dimasukkan ke dalam mulut, lebih dari 20 detik pelaku masih bisa menelan saliva.
8.Refleks Salivari
Volume saliva pelaku setelah menahan tidak menelan saliva selama 2 menit adalah 2,2 ml dan pHnya 7. Kemudian pelaku diberi 2-3 tetes sari jeruk pada lidah dan dibiarkan selama 5-10 detik, pH saliva berubah menjadi 6. Kemudian setelah menahan tidak menelan saliva selama 2 menit lagi, volume saliva pelaku bertambah menjadi 6,4 ml dan pHnya 6.
F. Pembahasan
1.Refleks Patella
Pada percobaan refleks patella yang dilakukan dengan cara memukul ligamentum patella memberikan respon berupa gerak refleks pada kaki (lutut bergoyang ke depan) yang merupakan refleks stretch. Hal ini disebabkan karena adanya kerja dari musculus quadriceps femoris yang menyampaikan impuls sensori ke corda spinalis dan menghasilkan impuls berupa kontraksi otot. Pada percobaan terdapat 3 perlakuan yaitu dalam keadaan kaki terjuntai bebas dan pikiran rileks,saat berfikir, dan saat melakukan aktifitas otot, dari ketiga perlakuan ini menunjukkan hasil yang berbeda. Saat diberi perlakuan dalam keadaan kaki terjuntai bebas dan pikiran rileks terlihat adanya goyangan kaki ke arah depan (ada respon) yang merupakan refleks stretch. Sedangkan pada saat kaki dipukul dalam keadaan otak pelaku sedang aktif (menghitung bilangan 3 digit), maka kaki dari pelaku terlihat gerakan yang menuju ke arah depan dengan kecepatan yang lebih cepat dibandingkan perlakuan yang pertama (terdapat respon). Ketika kaki pelaku dipukul saat pelaku melakukan aktifitas otot dengan pelaku menarik kedua tangan yang jari-jarinya bertautan satu sama lain, maka pada kaki pelaku terjadi respon berupa gerakan kaki dengan kecepatan yang lebih kuat lagi.
Hasil yang kami dapat yaitu adanya respon kaki bergoyang ke depan sesuai dengan teori. Menurut Soewolo (2005), dari ketiga perlakuan menghasilkan refleks yang sama, yaitu menggerakkan otot kaki ke depan. Hal ini karena pada perlakuan yang pertama (saat ligamentum patella dipukul), respon berupa quadriseps berkontraksi menggerakkan otot ke depan. Pada perlakuan kedua (saat pelaku sedang menjumlahkan angka-angka/otak aktif lalu memukul ligamentum patellanya) dan ketiga (saat pelaku melakukan aktifitas otot lalu memukul ligamentum patellanya), otot fleksor tetap relaksasi sehingga memudahkan kaki bergerak ke depan.
Burhan (2009) menyatakan bahwa refleks patella ini termasuk refleks monosinaptik, yang hanya melibatkan satu sinaps saja. Oleh sebab itu, seharusnya dari semua perlakuan menghasilkan respon yang sama. Meskipun pada perlakuan kami, dari tiap perlakuan menghasilkan respon yang sama berupa kaki yang bergoyang ke depan tetapi kekuatan goyangannya tidak sama. Harusnya dalam perlakuan otak aktif atau otot aktif respon dan kekuatan refleksnya sama dengan keadaan normal. Kesalahan ini bisa terjadi karena kekurang telitian pengamat dalam melihat kekuatan respon kaki atau mungkin karena ketidaksamaan kekuatan pemukulan dengan pemukul karet sehingga kekuatan goyangan kaki berbeda-beda.
2.Refleks Achilles
Fenomena refleks achilles ini merupakan salah satu contoh dari refleks tendon yang melibatkan neuron asosiasi dan neuron motor. Refleks tendon terpola untuk melindungi tendon dari kerusakan yang mungkin dihasilkan karena tegangan yang berlebihan. Adanya organ neuron tendinose sebagai mekanoreseptor dapat mengakibatkan kontraksi tendon (Burhan, 2009). Pusat pengintegrasi refleks ini pada segmen sakral ke-1 dan kedua dari sumsum tulang belakang. Jika pelaku tidak dapat merasakan refleks ini maka telah terjadi kerusakan saraf pada otot kaki posterior atau sel saraf di dalam wilayah lumbosacral cordaspinal.
Pada percobaan, saat pelaku duduk berlutut di kursi dengan telapak kaki ditekuk-tekuk agar menghasilkan tegangan otot gastroknemius dan setelah itu dipukul pada bagian tendon achillesnya, maka terdapat respon pada pelaku berupa kaki langsung bergerak/adanya gerakan kaki. Sehingga hal ini menunjukan bahwa gerakan kaki pelaku dalam keadaan normal merespon refleks. Refleks ini menunjukkan kontraksi gastroknemius dan solius (Tortora, 1984). Seperti yang dinyatakan Burhan (2009) bahwa Refleks tendon terpola untuk melindungi tendon dari kerusakan yang mungkin dihasilkan karena tegangan yang berlebihan oleh karena itu sebelum dilakukan pemukulan pada tendon Achilles, telapak kaki pelaku ditekuk-tekuk ke atas untuk menghasilkan tegangan pada otot gastroknemius. Dalam praktikum ini pelaku memberikan respon berupa adanya gerakan kaki yang artinya refleks tendon pelaku masih baik.
3.Refleks Kornea
Percobaan refleks kornea dilakukan dengan mendekatkan kapas ke kornea subyek serta mengamati bagaimana responnya. Adapun respon dari pelaku adalah mengedipkan matanya, respon ini adalah refleks dasar sebagai bentuk respon adanya benda yang akan masuk ke mata. Menurut Burhan (2009), refleks ini merupakan refleks kranial yang diintegrasikan oleh otak. Sedangkan menurut Anthony (1983) refleks ini di mediai oleh lengkung refleks dengan serabut sensori pada percabangan opnthalmik dari saraf kranial ke-5 yang berpusat dalam pons dan serabut motoriknya pada saraf kranial ke-7. Dalam praktikum ini pelaku merespon kapas yang perlahan didekatkan ke mata dengan langsung mengedipkan mata yang artinya refleks mata pelaku terhadap benda yang akan masuk ke mata masih baik.
4.Refleks Fotopupil/Cahaya
Dari percobaan refleks fotopupil ini menunjukkan adanya perbedaan diameter pupil pada saat sebelum dan sesudah diberi perlakuan (pelaku menutup mata saat melihat kearah terang, kemudian membuka matanya). Berdasarkan data hasil praktikum, diameter pupil pelaku sebelum di beri perlakuan adalah 3 mm setelah diberi perlakua, pelaku menatap ke arah cahaya dengan mata tertutup selama 2 menit dan kemudia membuka matanya, diameter pupil berubah menjadi melebar yaitu 3,5 mm.
Hasil percobaan tersebut sesuai dengan teori. Pada saat sesudah diberi perlakuan diameternya semakin besar karena otot sirkuler relaksasi dan otot radier berkontraksi untuk mengatur cahaya yang masuk (Burhan, 2009). Sehingga saat sebelum pelaku di beri perlakuan dan setelah diberi perlakuan terjadi penambahan ukuran dimeter pupil.
Adapun penyebab setelah dibiarkan beberapa detik diameter pupil kembali normal atau kecil dikarenakan pupil akan berkontriksi (mengecil saat melihat cahaya terang disebut juga refleks cahaya pupillary / pupillary light) untuk melindungi retina dari intensitas atau stimulus cahaya yang berlebihan (Anthony, 1983). Refleks fotopupil pusat sensorisnya adalah saraf kranial II dan III dan motorisnya adalah saraf kranial VII (Soewolo, dkk. 2003). Mekanisme kontraksi serabut otot iris akan mengakibatkan kontriksi pupil hal ini mencegah cahaya menyebar dari obyek masuk ke mata melewati kornea dan lensa, cahaya yang menyebar tidak akan terfokus pada retina sehingga gambar terlihat kabur pada retina (Anthony, 1983).
5.Refleks Akomodasi Pupil
Pada cahaya yang cukup terang pelaku melihat suatu obyek yang berjarak kira-kira 6 meter, diameter pupil pelaku menyempit, lalu perlahan kembali normal. Kemudian saat pelaku mengalihkan pandangan pada obyek yang dekat pada jarak 20 cm pupil sedikit melebar. Hal tersebut dapat terjadi karena daya akomodasi mata diatur melalui saraf parasimpatis, perangsangan saraf parasimpatis menimbulkan kontraksi otot siliaris yang selanjutnya akan mengendurkan gligamen lensa dan meningkatkan daya bias. Dengan meningkatkan daya bias, mata mampu melihat objek lebih dekat dibanding waktu daya biasnya rendah. Akibatnya dengan mendekatnya objek kearah mata frekuensi impuls parasimpatis kedotsiliaris progresif ditingkatkan agar objek tetap dilihat dengan jelas.
Menurut Febrisa (2012) pupil mata akan melebar jika kondisi ruangan yang gelap, dan akan menyempit bila kondisi ruangan terang. Lebar pupil di pengaruhi oleh iris di sekelilinginya. Iris berfungsi sebagai diafragma. Iris inilah yang terlihat sebagai bagian yang berwarna pada mata.
6.Refleks Konvergensi
Febrisa (2012) menyatakan bahwa mata dalam keadaan istirahat memilki fokus pada jarak yang tak terhingga. Ketika seseorang melihat benda dari jarak dekat dengan refleks konvergensi-akomodasi yaitu mata berkonvergensi, pupil menjadi konstruksi, mata memfokuskan pada objek. Dibelakang masing-masing pupil terdapat lensa, yang memfokuskan cahaya yang datang dari retina. Ketika kita mengarahkan penglihatan kita pada sesuatu yang berjarak dekat dengan kita, ketegangan pada ligamen-ligamen yang mempertahankan masing-masing lensa agar tetap ditempatnya disesuaikan oleh otot-otot siliaria, dan lensa berbentuk silindris sesuai bentuk alamiahnya.
Berdasarkan hasil percobaan kami didapatkan hasil sebagai berikut; ketika pelaku memusatkan pandangannya pada suatu obyek yang jauh, kedua bola mata pelaku tepat di tengah. Kemudian ketika pelaku mengalihkan pandangan pada obyek di dekat mata, posisi kedua bola matanya bergerak sedikit ke arah medial.
7.Refleks Menelan
Pelaku diminta menelan saliva di dalam mulut secara berturut-turut selama 20 detik, namun pada detik ke 16 lidah pelaku sudah kering dan tidak dapat menelan saliva lagi. Namun ketika pelaku diminta melakukan hal yang sama untuk sejumlah air yang dimasukkan ke dalam mulut, lebih dari 20 detik pelaku masih bisa menelan saliva. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa menelan air lebih mudah daripada menelan ludah. Menurut Ronquillo (2011) perbedaan antara menelan ludah dengan menelan air berkenaan dengan produksi saliva yang secara tidak sadar, dimana menurunnya sekresi ludah diatur oleh saraf autonom, tepatnya saraf simpatik. Sedangakan menelan air lebih mudah karena tidak dipengaruhi oleh kerja saraf autonom, tetapi merupakan gerakan sadar.
8.Refleks Salivari
Pengeluaran saliva sekitar 0,5 sampai 1,5 liter per hari. Tergantung pada tingkat perangsangan, kecepatan aliran bervariasi dari 0,1 sampai 4 ml/menit. Pada kecepatan 0,5 ml/menit sekitar 95% saliva disekresi oleh kelenjar parotis (saliva encer) dan kelenjar submandibularis (saliva kaya akan musin); sisanya disekresi oleh kelenjar sublingual dan kelenjar-kelenjar di lapisan mukosa mulut. Sekresi saliva yang bersifat spontan dan kontinu, bahkan tanpa adanya rangsangan yang jelas, disebabkan oleh stimulasi konstan tingkat rendah ujung-ujung saraf parasimpatis yang berakhir di kelenjar saliva. Sekresi basal ini penting untuk menjaga agar mulut dan tenggorokan tetap basah setiap waktu. Berdasarkan data hasil percobaan kami volume saliva pelaku setelah menahan tidak menelan saliva selama 2 menit adalah 2,2 ml dan pHnya 7. Kemudian pelaku diberi 2-3 tetes sari jeruk pada lidah dan dibiarkan selama 5-10 detik, pH saliva berubah menjadi 6. Kemudian setelah menahan tidak menelan saliva selama 2 menit lagi, volume saliva pelaku bertambah menjadi 6,4 ml dan pHnya 6. Ketika lidah ditetesi oleh sari jeruk maka pH saliva berubah menjadi asam.
G. Kesimpulan
Gerak refleks ialah gerakan spontan yang tidak melibatkan kerja otak. Gerak refleks dilakukan tanpa kesadaran. Mekanisme gerak refleks berlangsung secara spontan dibawah kontrol medulla spinalis, yakni; rangsang → reseptor → neuron sensorik → interneuron → medulla spinalis → interneuron → neuron motorik → efektor → gerakan. Impuls dari neuron motorik langsung menuju efektor diluar kontrol otak.
H. Daftar Rujukan
Andin. 2008. Patellar Reflex. (Online). ( http://www.wisegeek.com/what-is-a-patellar-reflex.htm, diakses tanggal 15 Oktober 2013).
Anthony, Chaterine P dan Gary A.T.1983. Anatomy and Physiology. London: The C.V Mosby Company.
Basoeki, Soedjono, dkk. 2000. Petunjuk Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia. IMSTEP JICA: Malang.
Basoeki, Soedjono. 1988. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jakarta: P2LPTK
Binhasyim. 2008. Stretch Reflex dan Pengendalian Otot. (Online). (http://binhasyim.com/2008/04/04/stretch-reflex-dan-pengendalian-otot-bag6/, diakses tanggal 15 Oktober 2013).
Burhan. 2009. Macam Refleks pada Manusia. (Online). (http://biologi-itey.com/2010/01/macam-refleks-pda-menusia.html, diakses tanggal 14 Oktober 2013).
Febrisa, Dwi. 2012. Laporan Praktikum Faal Reaksi Pupil. (Online). (http://riichaacha.blogspot.com/2012/02/laporan-praktikum-faal-reaksi-pupil.html, diakses tanggal 15 Oktober 2013).
Ronquillo, Iysses. 2011. Sistem Saraf Manusia. (Online). http://wong168.wordpress.com/2011/04/12/sistem-saraf-manusia/feed. Diakses tanggal 15 Oktober 2011.
Soewolo, dkk. 1999. Fisiologi Manusia. IMSTEP JICA: Malang.
Soewolo, dkk. 2005. Fisiologi Manusia. Malang : Universitas Negeri Malang.
Tortora, Gerard dan Nicholas P.A.1984. Principles of Anatomy and Physiology. New York: D Van Nostran Company.